PENGERTIAN TARI JAIPONG
Jaipongan adalah sebuah aliran seni tari yang lahir dari kreativitas
seorang seniman Berasal dari Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada
kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya
mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi
yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan,
pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa
kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau
kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipongan. Sebagai tarian
pergaulan, tari Jaipong berhasil dikembangkan oleh Seniman Sunda
menjadi tarian yang memasyarakat dan sangat digemari oleh masyarakat
Jawa Barat (khususnya), bahkan populer sampai di luar Jawa Barat.
Menyebut Jaipongan sebenarnya tak hanya akan mengingatkan orang pada
sejenis tari tradisi Sunda yang atraktif dengan gerak yang dinamis.
Tangan, bahu, dan pinggul selalu menjadi bagian dominan dalam pola gerak
yang lincah, diiringi oleh pukulan kendang. Terutama pada penari
perempuan, seluruhnya itu selalu dibarengi dengan senyum manis dan
kerlingan mata. Inilah sejenis tarian pergaulan dalam tradisi tari Sunda
yang muncul pada akhir tahun 1970-an yang sampai hari ini
popularitasnya masih hidup di tengah masyarakat.
SEJARAH TARI JAIPONG
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang
melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari
pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam
pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan ronggeng dan
pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk
kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul. Keberadaan
ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang
simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu
dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar
tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya
didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi
rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian
pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang
baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.
Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran
(penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu / Doger /
Tayub) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di
daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu,
dan Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola
tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan
kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu / Doger / Tayub). Dalam pada itu,
eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di
Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian
dalam Topeng Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan
pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan,
pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya
menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar
tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet
adalah Tayuban dan Pencak Silat.
PERKEMBANGAN TARI JAIPONG
Perkembangan tari jaipong
Dari tari Jaipong ini mulai lahir beberapa penari Jaipongan yang handal
seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kirniadi.
Kehadiran tari Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap
para pencinta seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian
rakyat yang sebelumnya kurang di perhatikan. Dengan munculnya tari
Jaipongan ini mulai banyak yang membuat kursus-kursus tari Jaipongan,
dan banyak dimanfaatkan oleh para pengusaha untuk pemikat tamu undangan.
Di Subang Jaipongan gaya “Kaleran” memiliki ciri khas yakni keceriaan,
erotis, humoris, semangat, spontanitas, dan kesederhanaan. Hal itu
tercermin dalam pola penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi
pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga
ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni
Jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada
Jaipongan gaya kaleran, terutama di daerah Subang.
Tari Jaipong pada saat ini bisa disebut sebagai salah satu tarian
khas Jawa Barat, terlihat pada acara-acara penting kedatangan tamu-tamu
dari Negara asing yang datang ke Jawa Barat, selalu di sambut dengan
pertunjukkan tari Jaipongan. Tari Jaipongan ini banyak mempengaruhi pada
kesenian-kesenian lainnya yang ada di Jawa Barat, baik pada seni
pertunjukkan wayang, degung, genjring dan lainnya yang bahkan telah
dikolaborasikan dengan Dangdut Modern oleh Mr. Nur dan Leni hingga
menjadi kesenian Pong-Dut.
BENTUK PENYAJIAN DAN CIRI KHAS
Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis, humoris,
semangat, spontanitas dan kesederhanaan (alami/apa adanya). Hal itu
tercermin dalam pola penyajian taxi pada pertunjukkannya, ada yang
diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di
Bandung, juga ada tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada
Seni jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada
Jaipongan gaya Kaleran, terutama di daerah Subang. Dalam penyajiannya,
Jaipongan gaya kaleran ini sebagai berikut : 1) Tatalu ; 2) Kembang
Gadung 3) Buah Kawung Gopar ; 4) Tari Pembukaan (Ibing Pola), biasanya
dibawakan oleh penari tunggal atau Sinde Tatandakan (seorang Sinden
tetapi tidak menyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih); 5)
Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukkan ketika para penonton
(Bajidor) sawer uang (Jabanan) sambil salam temple. Istilah Jeblokan
diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton
(bajidor).
Perkembangan selanjutnya dari Jaipongan terjadi pada tahun 1980-1990-an,
dimana Gugum Gumbira menciptakan tari lainnya seperti Toka-toka, Setra
Sari, Sonteng, Pencug, Kuntul Man gut, Iring-firing Daun Puring, Rawayan
dan Tari Kawung Anten. Dari taritarian tersebut muncul beberapa penari
Jaipongan yang handal antara lain Iceu Effendi, Yumiati Mandiri, Miming
Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine Dinar, Ega, Nuni, Cepi,
Agah, Aa Suryabrata dan Asep Safaat.
PENGERTIAN TARI JAIPONG
Jaipongan adalah sebuah aliran seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman Berasal dari Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipongan. Sebagai tarian pergaulan, tari Jaipong berhasil dikembangkan oleh Seniman Sunda menjadi tarian yang memasyarakat dan sangat digemari oleh masyarakat Jawa Barat (khususnya), bahkan populer sampai di luar Jawa Barat.
Menyebut Jaipongan sebenarnya tak hanya akan mengingatkan orang pada
sejenis tari tradisi Sunda yang atraktif dengan gerak yang dinamis.
Tangan, bahu, dan pinggul selalu menjadi bagian dominan dalam pola gerak
yang lincah, diiringi oleh pukulan kendang. Terutama pada penari
perempuan, seluruhnya itu selalu dibarengi dengan senyum manis dan
kerlingan mata. Inilah sejenis tarian pergaulan dalam tradisi tari Sunda
yang muncul pada akhir tahun 1970-an yang sampai hari ini
popularitasnya masih hidup di tengah masyarakat.
SEJARAH TARI JAIPONG
SEJARAH TARI JAIPONG
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul. Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.
Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran (penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu / Doger / Tayub) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu / Doger / Tayub). Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban dan Pencak Silat.
PERKEMBANGAN TARI JAIPONG
Perkembangan tari jaipong
Dari tari Jaipong ini mulai lahir beberapa penari Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kirniadi. Kehadiran tari Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap para pencinta seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang di perhatikan. Dengan munculnya tari Jaipongan ini mulai banyak yang membuat kursus-kursus tari Jaipongan, dan banyak dimanfaatkan oleh para pengusaha untuk pemikat tamu undangan.
Di Subang Jaipongan gaya “Kaleran” memiliki ciri khas yakni keceriaan, erotis, humoris, semangat, spontanitas, dan kesederhanaan. Hal itu tercermin dalam pola penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni Jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada Jaipongan gaya kaleran, terutama di daerah Subang.
Tari Jaipong pada saat ini bisa disebut sebagai salah satu tarian khas Jawa Barat, terlihat pada acara-acara penting kedatangan tamu-tamu dari Negara asing yang datang ke Jawa Barat, selalu di sambut dengan pertunjukkan tari Jaipongan. Tari Jaipongan ini banyak mempengaruhi pada kesenian-kesenian lainnya yang ada di Jawa Barat, baik pada seni pertunjukkan wayang, degung, genjring dan lainnya yang bahkan telah dikolaborasikan dengan Dangdut Modern oleh Mr. Nur dan Leni hingga menjadi kesenian Pong-Dut.
BENTUK PENYAJIAN DAN CIRI KHAS
Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis, humoris, semangat, spontanitas dan kesederhanaan (alami/apa adanya). Hal itu tercermin dalam pola penyajian taxi pada pertunjukkannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga ada tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada Seni jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada Jaipongan gaya Kaleran, terutama di daerah Subang. Dalam penyajiannya, Jaipongan gaya kaleran ini sebagai berikut : 1) Tatalu ; 2) Kembang Gadung 3) Buah Kawung Gopar ; 4) Tari Pembukaan (Ibing Pola), biasanya dibawakan oleh penari tunggal atau Sinde Tatandakan (seorang Sinden tetapi tidak menyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih); 5) Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukkan ketika para penonton (Bajidor) sawer uang (Jabanan) sambil salam temple. Istilah Jeblokan diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton (bajidor).
Perkembangan selanjutnya dari Jaipongan terjadi pada tahun 1980-1990-an, dimana Gugum Gumbira menciptakan tari lainnya seperti Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, Kuntul Man gut, Iring-firing Daun Puring, Rawayan dan Tari Kawung Anten. Dari taritarian tersebut muncul beberapa penari Jaipongan yang handal antara lain Iceu Effendi, Yumiati Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine Dinar, Ega, Nuni, Cepi, Agah, Aa Suryabrata dan Asep Safaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Biasakanlah Berbagi dan Bertanya